*Produk Muslim Akan Tetap Kalah Bersaing*

Marah dengan judul artikel tersebut? silahkan saja. Tidak masalah. Toh hal tersebut memang benar adanya. Sudah sejak kapan sih kita mendengar tagline gembar-gembor soal beli produk di saudara, beli produk sesama muslim, belanja di tetangga, dan lain-lainnya itu. Buanyaakkk banget tagline seperti itu. Tapi? Realnya sampai sekarang apakah hal tersebut sudah tercapai? Ya setidaknya 50% lah sudah beli di saudara, sudah belanja di tetangga, dan sudah pakai produk sesama muslim? Ada sampai 50%? Tidak ada kan? Kenapa bisa gitu? Itu adalah soal mindset. Mindset murah yang ada dalam benak kita.

Coba deh sekarang jawab hal ini. Lebih memilih mana beli baju di tetangga yang harganya 100 ribu atau beli baju di Dept. Store yang harganya 300 ribu tapi diskon 70%? Padahal kalau dihitung selisihnya hanya 10 ribu saja loh. Tapi kenapa pelit untuk berbagi dengan tetangga yang ia hidup dari jualan baju tersebut. Hanya sekedar untuk hidup loh ini. Bukan untuk beli mobil ferrari atau bahkan jet pribadi.

Lanjut... Lebih memilih mana menggunakan air minum dalam kemasan (yang setiap hari iklannya muncul di telepisi) atau amdk yang diproduksi oleh masjid dan pesantren misalnya? Padahal harganya sama loh?

Masih kurang? oke 1 lagi ya... Lebih memilih mana menggunakan jasa pengiriman milik sesama muslim yang sekali kirim 30 ribu atau menggunakan jasa pengiriman non muslim, yang biayanya 30 ribu dengan diskon 50%?

So, saudaraku semua yang dirahmati Allah, wajar saja jika saudara kita harganya tidak bisa lebih murah daripada brand-brand non muslim yang sudah besar. Logikanya saja dari biaya produksi, yang semakin besar jumlah kapasitas produksi, maka harga pokok produksinya bisa lebih murah. Bandingkan saja sektor pabrik yang sudah bisa produksi ratusan ribu pcs per hari dengan UMKM yang kemampuannya hanya bisa produksi mentok 1000 pcs per hari. Jelas beda lah ya dari sisi harga.

Belum lagi dari sisi permodalan. Saudara dan tetangga kita berangkat dengan modal seadanya. Karena gak mau modal besar, tapi pinjam dana riba. Ini patut kita apresiasi loh sebenarnya. Sedangkan kompetitor lain modalnya besar dari investor, sehingga ia bisa "bakar duit" di marketingnya. Sehingga bisa ngasih diskon gila-gilaan.

Bahkan saya pernah loh dulu tahun 2013 ketika Ojol baru booming. Saya pernah naik ojol dengan jarak 10km, bayarannya hanya Rp.1000 saja loh.. Ngeri gak sih? hehe. Coba kalau tetangga anda yang jadi ojeknya, terus anda kasih Rp.1000? Apakah tega? Apakah nutut dengan bensin dan tenaganya? Untuk beliau makan bersama keluarganya apa?

So, selama mindset kita masih terus ingin murah, saya rasa tagline-tagline yang saya ceritakan di awal, akanlah hanya jadi sekadar tagline saja. Tidak akan pernah terwujud.

Bahkan bisa jadi judul artikel ini juga benar. Bahwa *produk muslim akan tetap tidak bisa eksis*. Percayalah!! kemajuan ekonomi umat ini ada di tangan kita bersama.. Tidak ada salahnya toh mahal sedikit, yang penting bisa membantu perekonomian mereka?

Yuk mulai #BelanjadiSaudara #BelanjadiTetangga #BelidanPakaiProdukSesama . Kalau bukan dimulai dari anda, dari siapa lagi? kalau bukan sekarang juga, kapan lagi?

Pesan terakhir dari saya. *Jangan pernah minta diskon kepada saudaramu yang berikhtiar dengan cara berjualan* ya...


Salam cinta dari saudaramu,
Noevil Agustian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanaman Yang Mengandung Nitrogen, Phospor dan Kalium Serta Pestisida Alami

Pondok Pesantren Benteng Terakhir dari Modernisasi Generasi Z

FAQ Dinar & Dirham